Pak Hasan, adalah jama'ah dari embarkasi Surabaya. Ia dan istrinya
berangkat ke Mekkah kebetulan pada tahap gelombang ke dua. Artinya
mereka datang dari Indonesia langsung ke Mekah terlebih dahulu, baru
kemudian ke Madinah.
Kondisi pak Hasan ketika berangkat memang agak sakit. Batuk pilek setiap
hari. Sampai dipakai berbicara saja tenggorokannya sudah terasa sakit.
Batuk pilek yang semacam itu memang membuat badan begitu capek lunglai.
Semua persendian terasa sakit. Sehingga menjadikan tubuh menjadi malas
untuk diajak beraktivitas.
Beberapa kali pak Hasan diobati oleh dokter kloternya. Tetapi tetap saja
sakitnya tidak bisa sembuh. Rasanya semua macam obat yang berhubungan
dengan penyakitnya sudah ia minum. Tetapi tetap saja badan lunglai,
kepala pusing bahkan batuknya tidak pernah berhenti. Badan dengan
kondisi semacam itu, mengakibatkan pak Hasan sehari-harinya berdiam diri
saja di hotel. Beberapa kali istrinya mengajaknya ke masjidil Haram,
tetapi rupanya tubuh pak Hasan tidak bisa diajak kompromi, ia malas
untuk pergi ke masjid.
"Aku belum bisa bu, dan belum kuat untuk pergi ke masjid. Ibu dulu
aja-lah. Nanti setelah badanku sembuh aku akan ke masjid dan akan
melakukan ibadah dengan sebaik-baiknya. .." demikian kata pak Hasan
kepada istrinya.
Karena sudah beberapa kali, jawaban pak Hasan selalu seperti itu, maka
pada hari itu istri pak hasan memohon dengan agak setengah memaksa
kepada pak Hasan agar siang itu mereka bisa bersama ke masjid untuk
melakukan ibadah. Baik itu thawaf, maupun shalat-shalat wajibnya.
Maka dengan agak terpaksa, berangkat juga mereka ke masjid. Pak Hasan di
sepanjang perjalanan menuju masjid tiada henti-hentinya batuk. Bahkan
kakinya begitu capek dipakai untuk berjalan. Tetapi toh, akhirnya sampai
juga mereka di masjidil Haram. Meskipun jarak dari maktab mereka menuju
masjid cukup jauh.
Sesampai di masjid, mereka mencari tempat yang cukup nyaman. Pak Hasan
dan istrinya melakukan thawaf sunah sebagai penghormatan masuk masjidil
Haram, sebelum mereka melakukan ibadah lainnya.
Ketika pak Hasan dan istrinya melakukan thawaf inilah bagian dari cerita
ini dimulai... Dengan terbata-bata, dan masih digandeng oleh istrinya
pak Hasan mulai melakukan thawaf. Diayunkannya kaki kanannya untuk
memulai thawaf.
"Bismillaahi allaahu akbar...!"Demikian kalimat pertama yang dilontarkan
pak Hasan sebagai pertanda ia memulai thawafnya. Maka dengan hati-hati
sekali, karena khawatir badannya bertambah lunglai, pak Hasan
melangkahkan kakinya berjalan memutari Ka'bah. Pada saat pak Hasan
beberapa langkah memulai thawafnya itu, tiba-tiba di sebelah kanannya,
yang hampir berhimpitan dengan pak Masan, ada seorang bertubuh kecil
yang juga bergerak melakukan thawaf, beriringan dengan pak Hasan. Entah
apa yang menyebabkan pak Hasan tertarik dengan orang 'kecil' itu, sambil
berjalan lambat pak Hasan memperhatikan orang itu lebih seksama .
"Mengapa orang itu tubuhnya pendek, bahkan cenderung seperti anak
kecil?" pikirnya.
Setelah beberapa lama pak Hasan memperhatikan orang tersebut, di tengah
riuhnya para jamaah yang juga sedang melakukan thawaf itu, tiba-tiba pak
Hasan menjerit lirih! " akh... !" katanya.
Begitu terkejutnya pak Hasan, sampai-sampai pak Hasan agak terhenti
langkahnya. Anehnya, orang itu pun ikut berhenti sejenak, kemudian
menoleh kepada pak Hasan sambil tersenyum. Ketika pak Hasan berjalan
lagi, dia pun berjalan lagi, dan terus mengikuti di samping pak Hasan.
Ketika pak Hasan mempercepat langkah kakinya, orang itu pun ikut
mepercepat gerakannya, sehingga tetap mereka berjalan beriringan.
Muka pak Hasan kelihatan pucat pasi. Bibirnya agak gemetar menahan
tangis. Ia betul-betul terpukul oleh perilaku orang tersebut. Seperti
dengan sengaja, orang itu terus mengikuti gerakan pak Hasan dari samping
kanan. Bahkan yang membuat pak Hasan mukanya pucat adalah orang
tersebut selalu tersenyum, setelah menoleh ke arah pak Hasan. Siapakah
orang tersebut ?
Ternyata dia adalah seorang yang berjalan dan bergerak thawaf
mengelilingi ka'bah dengan hanya menggunakan kedua tangannya saja. Dia
orang yang tidak memiliki kaki....! Kedua kakinya buntung sebatas paha.
Sehingga ia berjalan hanya dengan menggunakan kedua tangannya.
Bulu kuduk pak Hasan merinding, jantungnya seolah berhenti berdegub.
Keringat dingin membasahi seluruh pori-pori tubuhnya...
Pak Hasan merintih dalam hatinya :
"...Ya Allaah ampuni aku ya Allaah..., ampuni aku..." Air mata pak Hasan
tidak bisa dibendung lagi. Sambil tetap berjalan pak Hasan terus mohon
ampun kepada Allah.
Tanpa terasa, pak Hasan sudah memutari ka'bah untuk yang ke dua kalinya.
Dan pak Hasan pun masih terus menangis. Ingin rasanya ia berlari
memutari ka'bah itu. Ingin rasanya ia menjerit keras-keras untuk
melampiaskan emosinya.... pak Hasan tidak tahu bahwa pada putaran yang
ke dua itu ia sudah tidak bersama lagi dengan orang tanpa kaki tersebut.
Tidak tahu ke manakah perginya orang cacat itu. Seorang yang selalu
tersenyum meskipun tanpa kedua kaki.
Apa gerangan yang dipikirkan pak Hasan saat itu? Pak Hasan begitu malu
pada dirinya sendiri! Apalagi kepada Allah Swt. Pak Hasan merasa bahwa
memang sakit. Sakit flu, batuk, badan capek. Dan sudah beberapa hari
berdiam diri saja di hotel tidak ke masjid untuk thawaf. Dengan alasan
badan capek, tenggorokan sakit, bahkan obat dokter tidak ada yang bisa
menyembuhkannya.
Sekarang, ditengah-tengah hiruk pikuknya para jama'ah yang sedang
melakukan thawaf, ternyata ada seorang yang tidak punya kaki, yang
kondisi tubuhnya sangat menyedihkan, tapi dengan mulut tersenyum ia
melakukan thawaf...Akh! betapa terpukulnya harga diri pak Hasan. Ia
punya kedua kaki, badannya tegap, pikirannya cerdas, datang jauh dari
Indonesia, tetapi terserang penyakit ringan sejenis flu saja sudah tidak
mau beribadah? Sementara orang itu.....
Sungguh pak Hasan tidak kuasa bicara lagi. Ingin rasanya ia menjerit
mohon ampunan Allah Swt.... Atas kesalahan fatal, yang ia lakukan. Dan
sejak saat itu, pak Hasan tiba-tiba dapat bergerak gesit. Ia berjalan
penuh dengan semangat mengelilingi ka'bah pada putaran-putaran
berikutnya. Dan secara tidak ia sadari badan pak Hasan menjadi kuat. Ia
tidak batuk-batuk lagi, bahkan tenggorokannya terasa begitu ringan,
ketika dipakai untuk berdo'a kepada Allah...!
Istri pak Hasan yang berjalan di samping pak Hasan, tidak mengetahui
secara detail, apa yang terjadi dalam diri pak Hasan. Yang ia tahu
tiba-tiba pak Hasan tidak batuk lagi, jalannya tidak lamban, bahkan
cenderung gesit. Ah, rupanya pak Hasan sudah sembuh
Ia disembuhkan oleh Allah lewat 'peragaan' orang cacat, yang selalu
tersenyum meskipun ia tidak punya kaki. Obat dokter tidak bisa
menyembuhkan pak Hasan, justru thawaf seorang cacat-lah, yang menjadi
obat mujarabnya..
Mengapa bisa demikian ?
Sebab begitu pak hasan menyadari akan kesalahannya, ia langsung mohon
ampun sejadi-jadinya atas kekeliruan yang telah ia lakukan. Penyesalan
yang tiada terhingga itulah rupanya obat yang sesungguhnya.
Bagaimana kita mensyukuri banyak nikmat-Nya Allah SWT dari sedikit
kesulitan yang kita hadapi.... Bersyukurlah
Sumber: Note Lutfi S. Fauzan
0 komentar:
Post a Comment